Sabtu, 27 Juli 2013

Pengawasan Pemilu dalam Konteks Kekinian


Lahirnya UU No. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu sebagai pengganti UU No. 22/2007, disebut-sebut dilatarbelakangi oleh karena belum optimalnya penyelenggaraan Pemilu Tahun 2009 sehingga diperlukan langkah-langkah perbaikan menuju peningkatan kualitas penyelenggaraan Pemilu. Perbaikan, sebagaimana dimaksud, mencakup perbaikan jadwal dan tahapan, serta persiapan yang semakin memadai. Namun demikian, Putusan MK No. 81/PUU-IX/2011 tertanggal 4 Januari 2012 telah menganulir beberapa pasal dalam UU No. 15/2011 tersebut, yakni pada: Pasal 11 huruf i, Pasal 85 huruf i, Pasal 109 ayat (4) huruf c, huruf d, huruf e, dan ayat (5), serta Pasal 109 ayat (11), dengan gugatan karena bertentangan dengan Perubahan Ketiga UUD RI 1945 Pasal 22E ayat 5.

Walaupun terdapat beberapa pasal dan ayat dalam UU No. 15/2011 tersebut yang dinyatakan tidak sesuai dengan UUD RI 1945, sebagaimana disebutkan di atas, UU No. 15/2011 tersebut tetaplah menjadi rujukan utama bagi pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban penyelenggara Pemilu (dalam hal ini, KPU, Bawaslu/Panwaslu, serta DKPP). Terkhusus bagi Bawaslu/Panwaslu beserta unsur kelembagaannya secara hierarki, UU No. 15/2011 telah mengatur tentang:

1.            Tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu  Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, PPL dan PPLN sebagaimana tertuang pada Pasal 73 sampai dengan Pasal 84;
2. Persyaratan anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, PPL dan PPLN pada Pasal 85;
3.        Pengangkatan dan Pemberhentian pada Pasal 86 sampai dengan Pasal 102;
4.   Pertanggungjawaban dan pelaporan pada Pasal 103 sampai dengan Pasal 105; serta
5.         Kesekretariatan pada Pasal 106 sampai dengan Pasal 108. 

Berkaitan dengan uraian di atas, sejak ditetapkannya UU No. 15/2011, secara kelembagaan penyelenggara Pemilu, terjadi perubahan-perubahan yang signifikan, antara lain: 
1)   Di tingkat Pusat (RI) kelembagaan penyelenggara pemilu dipecah menjadi 3 (tiga) lembaga sebagai satu kesatuan fungsi, walaupun memiliki perbedaan domain kerja, yakni: KPU beserta turunannya sebagai lembaga teknis penyelenggaraan pemilu, Bawaslu/Panwaslu beserta turunannya sebagai lembaga teknis pengawasan pemilu, serta DKPP sebagai lembaga pengawasan kode etik penyelenggara pemilu.
2)   Sejak tahun 2010, MK melalui Putusan No. 11/PUU-VIII/2010 telah menempatkan Bawaslu sebagai lembaga mandiri, sebagaimana KPU. Sehingga, secara kelembagaan Bawaslu bukan lagi sebagai bagian dari KPU; Bawaslu juga tidak lagi dibentuk oleh KPU. Posisi Bawaslu adalah lembaga mandiri, kedudukannya sejajar dengan KPU, sama-sama sebagai lembaga penyelenggara pemilu, yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, seperti diatur oleh Pasal 22E Ayat (5) UUD 1945. Penguatan kelembagaan Bawaslu ini, ditingkatkan lagi dalam UU No. 15/2011 dengan dibentuknya Bawaslu Provinsi sebagai lembaga tetap dan mandiri; tidak lagi berstatus ad hoc.
3)   Dengan ditingkatkannya status kelembagaan Bawaslu Provinsi, Bawaslu mau tidak mau harus meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan fungsi pengawasan pemilu, penegakan hukum pemilu, dan penyelesaian sengketa pemilu. Bawaslu harus memetakan kembali masalah-masalah hukum pemilu, dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan pengaturan pemilu sebagaimana dirumuskan dalam UU Pemilu, maupun dengan melihat perkembangan dinamika politik di lingkungan pemilih, partai politik peserta pemilu, maupun penyelenggara pemilu. Kemampuan memetakan masalah-masalah hukum pemilu tersebut merupakan bahan dasar bagi Bawaslu untuk menyusun strategi pengawasan pemilu, penegakan hukum pemilu, dan penyelesaian sengketa pemilu ke depan.

Sesuai dengan ekspektasi permasalahan dalam setiap kali pelaksanaan Pemilu yang terus meningkat, Bawaslu dituntut untuk mempolarisasi kembali sistem kerja organisasi dengan menempatkan pola pengawasan integratif (terpadu: antar penyelenggara pemilu, antar institusi penegakan hukum dan penyelenggara pemilu, serta partisipasi masyarakat dalam konteks pengawasan pemilu) serta dengan kemampuannya memenuhi harapan-harapan masyarakat terhadap pengawasan penyelenggaraan pemilu yang berkredibilitas. Hal ini kemudian dijawab Bawaslu melalui visi Bawaslu tahun 2010-2014, yakni: “Tegaknya integritas penyelenggara, penyelenggaraan, dan hasil pemilu melalui pengawasan pemilu yang berintegritas dan berkredibilitas untuk mewujudkan pemilu yang demokratis”.

Oleh karenanya, layaklah kiranya jika semboyan “Dari Bawaslu Kita Selamatkan Pemilu Indonesia” menjadi jargon organisasi Bawaslu se tanah air, dengan menempatkan tujuan Bawaslu yang harus dicapai, yakni: “Meningkatkan kualitas pengawasan Pemilu untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis sebagai bagian dari konsolidasi demokrasi”, serta sasaran strategis yang relevan dan tepat, yakni: “Semakin meningkatnya kemampuan pengawas pemilu dalam mencegah terjadinya pelanggaran pemilu dan menangani (menindaklanjuti) pelanggaran pemilu”. Adapun parameter yang ditetapkan oleh Bawaslu guna mencapai sasaran lembaga tersebut adalah “apabila lembaga Bawaslu dan Panwaslu mampu mencegah pelanggaran pemilu dan menangani pelanggaran pemilu, serta semakin meluasnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu”, dengan indikator capaian:
1.     Meningkatnya kemampuan pengawas pemilu dalam mencegah terjadinya pelanggaran;
2.     Meningkatnya kemampuan pengawas pemilu dalam menangani pelanggaran pemilu; dan
3.     Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu. 

Terkait dengan adanya perubahan paradigma dalam pelaksanaan kerja pengawasan pemilu sebagaimana disebutkan di atas, maka saat ini terdapat beberapa peraturan terbaru dari Bawaslu yang menjadi rujukan bagi segenap anggota pengawas pemilu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Beberapa peraturan terkait pengawasan pemilu tersebut, ialah:
a.        Perbawaslu No. 11/2012 tentang Peraturan Bersama Kode Etik Penyelenggara Pemilu;
b.        Perbawaslu No. 13/2012 tentang Tata Cara Pengawasan Pemilu;
c.         Perbawaslu No. 14/2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD;
d.       Perbawaslu No. 15/2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD;
e.        Perbawaslu No. 1/2013 tentang Perubahan atas Perbawaslu No. 15/2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD; serta
f.          Perbawaslu No. 3/2013 tentang Perubahan atas Perbawaslu No. 14/2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
g.        Perbawaslu No. 4/2013 tentang Tata Cara Pengawasan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
h.       Perbawaslu No. 5/2013 tentang Pengawasan Penetapan Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
i.          Perbawaslu No. 6/2013 tentang Tata Cara Pengawasan Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten / Kota.
j.          Perbawaslu No. 7/2013 tentang Tata Cara Pengawasan Penyusunan Daftar Pemilih untuk Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.  

Di wilayah Provinsi NTB secara umum, maupun di wilayah Kabupaten Sumbawa secara khusus, masyarakat tengah dihadapkan dengan persiapan menjelang pesta demokrasi lokal dan nasional. Pesta demokrasi dimaksud ialah Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 yang ditetapkan pelaksanaannya pada tanggal 9 April 2013. Guna mempersiapkan diri menuju penyelenggaraan pemilu lokal dan nasional tersebut, khususnya yang terkait dengan pengawasan pemilu, panwaslu kabupaten sumbawa terus intens melakukan koordinasi dengan jajaran sampai tingkat bawah untuk memastikan proses demi proses KPU kabupaten sumbawa dalam melaksanakan tahapan Pemilu Legislatif 2014 yang saat ini memasuki tahapan tanggapan masyarakat terhadap DPS.

Akan tetapi, perlu digaris bawahi bahwa kesiapan secara organisasi (struktur) saja belumlah cukup untuk mempersiapkan diri menghadapi berbagai tantangan, gejolak ataupun situasi yang tidak menentu di dalam penyelenggaraan Pemilu Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014. Dibutuhkan kesiapan yang lebih matang dalam hal pelaksanaan fungsi (tugas dan wewenang) pengawasan yang akan dilakukan oleh anggota pengawas pemilu, yakni: bagaimana pengawas pemilu mampu mempersiapkan cara (metode) pengawasan yang efektif didalam mengawasi seluruh tahapan pelaksanaan pemilu lokal dan nasional tersebut. Khususnya, jika dihubungkan dengan perubahan pola pengawasan yang telah diatur didalam peraturan Bawaslu (dengan lebih menitikberatkan pengawasan kepada aspek pencegahan daripada penindakan); ataupun, implementasi strategi yang bersifat teknis di dalam menyelenggarakan pengawasan pemilu. 

Guna menyongsong pelaksanaan tugas dan wewenang Panwaslu Kabupaten sumbawa menyusun strategi serta memberikan pembekalan kepada panwascam dalam Wilayah Kabupaten Sumbawa, agar kelembagaan Panwaslu perlu menyinergikan strategi, pola dan metode pengawasan pemilu dalam wilayah Kabupaten Sumbawa dalam menghadapi Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014. Sehingga memberikan pemahaman terhadap berbagai peraturan pengawasan di atas diharapkan tumbuh dan berkembang sikap kritis dari pengawas pemilu untuk menghadirkan metode-metode yang aplikatif serta sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pengawasan di masing-masing tingkatan untuk mengawasi berbagai tahapan dalam penyelenggaraan pemilu.

Akhir kata, semoga Allah SWT, Tuhan YME, selalu meridhoi setiap langkah pengawasan yang dilakukan oleh pengawas pemilu. Amin, Ya Robbal Alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar