Sabtu, 27 Juli 2013

Sekretaris Jenderal Bawaslu Lantik 21 Kepala Sekretariat Provinsi


Jakarta – Pasca perubahan Sekretariat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) pertama Bawaslu, Gunawan Suswantoro melantik Kepala Sekretariat (Kasek) Bawaslu Provinsi di Jakarta, Jumat (5/7).Kasek Bawaslu Provinsi yang dilantik sebanyak 21 Kasek, yaitu Sekretariat Bawaslu Provinsi Riau: Anderson, Kepulauan Riau: Dasnil, Jambi Ahmad Luthfi, Sumatera Barat: Hardizon Bahar, Sumatera Selatan: Iriadi, Lampung Dwi Mulyono, Bengkulu: Lopian Hidayat, Kep Bangka Belitung: Wardati, Jawa Barat: Eliazar Barus, DKI Jakarta: Maskur, DI Yogyakarta: Mujiono, Jawa Timur: Amru, Nusa Tenggara Barat: Lalu Rizizvan Arista, Kalimantan Selatan: Adam Malik Rosandhi, Sulawesi Utara: Herry Z Mawuntu, Sulawesi Barat: Idrus, Sulawesi Tengah: Anayanthi Sovianita, Sulawesi Tenggara: Rapiuddin, Maluku: Lodewyk Breemer, Maluku Utara: Irwan M Saleh, dan Sulawesi Selatan, Sudirman Saleh. Hadir dalam pelantikan tersebut, Ketua Bawaslu Muhammad dan Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatinintyas dan Daniel Zuchron. Sedangkan dari Setjen Bawaslu hadir antara,lain Kabag. Umum Jajang Abdullah, Kabag. Perencanaan dan Anggaran Adhi D. Santoso dan Kabag. Tata Laksana Pengawasan Pemilu Bernad Dermawan Sutrisno. Juga hadir Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi dan Staf Setjen Bawaslu serta para undangan. 

Sekjen Bawaslu Gunawan Suswantoro dalam sambutan pelantikannya menyampaikan 10 pakta integritas yang harus ditaaati oleh masing-masing Kasek Bawaslu Provinsi. “Pakta integritas dibuat berbeda, kalau di KPK hanya ada enam butir. Tapi yang ditandatangani sebanyak 10 butir,” ujar Gunawan. 

Adapun 10 Pakta Integritas Kasek Bawaslu Provinsi tersebut adalah :
1)          Membangun dan menginternalisasi budaya anti korupsi dengan dengan berperan pada pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme
2)          Tidak menerima atau memberikan secara langsung atau tidak berupa suap, hadiah, bantuan yang tidak sesuai
3)          Bersikap transparan, jujur, dan adil
4)          Menghindarkan pertentangan kepentingan atau conflict of interest
5)          Mengedepankan efisiensi anggaran negara dalam setiap kegiatan
6)          Memberi contoh kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan dan melaksanakan tugas, kepada pegawai lain
7)          Bertindak secara substansi dan prosedur standar operasional dalam adminstrasi dan teknis pengawasan Pemilu
8)          Bertindak netral terhadap parpol, calon atau peserta pemilu tertentu
9)          Akan menyampaikan informasi publik dan turut menjaga kerahasiaan saksi
10)     Bila melanggar ketentuan di atas siap bertanggung jawab dan menghadapi konsekuensinya

Menurut Gunawan, 10 butir pakta integritas ini tidak hanya sekedar formalitas belaka dan harus menjadi kewajiban untuk ditaati. Jika nanti ada oknum yang melanggar pakta integritas tersebut, maka ia berjanji akan mengambil tindakan tegas. “Konsekuensi logis dari penyimpangan pakta integritas tersebut adalah sanksi,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan pelantikan sebuah lembaga dan instansi ditujukan bukan hanya menempatkan sosok-sosok pejabat, tetapi untuk mengembangkan organisasi atau lembaga tersebut. Terutama untuk pengawasan Pemilu yang berjalan jujur dan adil.

Pasca pelantikan Kasek Bawaslu Provinsi maka akan terbentuk Satker. Menurut Gunawan ini sangat penting untuk mempercepat dukungan teknis dan operasional kepada Komisioner dalam menjalankan Pengawasan Pemilu. Ke depan, Kasek Bawaslu Provinsi juga akan menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang mengelola anggaran cukup besar.

“Anggaran begitu besar karena hingga tingkat desa atau panitia pengawas lapangan. Sehingga saudara harus berhati-hati mengelola anggaran dan melaksanakan dengan tertib,” kata Gunawan mengingatkan. (Sumber: Bawaslu RI)

Senin, 22 Juli 2013

Sukseskan Pemilu, Panwaslu Gelar MoU dengan Gakumdu

Sumbawa Besar, Gaung NTB – Panwaslu Kabupaten Sumbawa gelar penandatanganan MOU dengan Sentara Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) dan Dirangkaikan dengan Pengukuhan Panwascam Se-Kabupaten yang berlangsung di Hotel Dewi Sumbawa, Rabu (08/05). Kegiatan tersebut dihadiri oleh Wakil Bupati Sumbawa, Kapolres Sumbawa, Ketua Kejaksaan Negeri (Kajari) Sumbawa, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Sumbawa serta perwakilan Parpol peserta pemilu legislatif 2014.

Wakil Bupati Sumbawa, Drs H Arasy Muhkan pada kesempatan itu mengingatkan kepada seluruh stakeholder dan penyelenggara pemilu untuk bersikap independent sehingga melahirkan pemilu yang bersih, jujur dan aman. H An—sapaan akrab Wakil Bupati Sumbawa, juga mengingatkan agar penyelenggara pemilu khususnya Panawsaca tidak bermain-main dalam melaksanakan tugasnya. “Jangan sampai ada yang menerima suap,” katanya mengingatkan. 

Lebih lanjut dikatakan H An, kepada Panwascam yang baru saja dikukuhkan diharapkan agar melakukan pengawasan secara bersama-sama mulai dari pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB hingga Pemilu Legislatif tahun 2014 mendatang.

Terkait dengan Mou Panwaslu dengan Gakumdu, H An, menyatakan MOU yang telah ditandatangani diharapkan dapat memberikan hasil kongkrit.

Sementara itu Kapolres Sumbawa, AKBP Karsiman SIK MM, usai penandatangan MoU dengan Panwaslu menyatakan kesiapannya dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut.
Karsiman berharap kepada Panwaslu untuk segera melaporkan kepada pihaknya apa ditemukan ada pelanggaran pemilu. “Segera laporkan kepada kami apabila di temukan pelanggaran pemilu agar dapat segera kami tindaklanjuti,” harapnya.

Sebelumnya, Ketua Panwaslu Sumbawa, Mahyuddin, S.pd, dalam sambutannya mengatakan bahwa penandatangan MoU dengan Gakumdu tidak lain diharapkan agar agar terciptanya Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur pada tanggal 13 Mei 2013 mendatang dapat berlangsung dengan aman. 

Menurut Mahyuddin, telah diatur dalam UUD Nomor 15 tahun 2011, bahwa dalam pengawasan pemilu tidak hanya di emban oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini Panwaslu, namun juga diperlukan keterlibatan seluruh setakholder seperti Kepolisian, Kejaksaan, Panwascam, serta peran aktif parpol juga dibutuhkan dan yang tidak kalah penting adalah peran serta seluruh lapisan masyarakat.

Menyinggug pelantikan Panwascam, Mahyuddin menyampaikan bahwa pengukuhan Panwascam se-Kabupaten Sumbawa ini dilakukan untuk persiapan menghadapi Pemilu legislatif tahun 2014 mendatang. “Kami berharap kepada Panwascam yang telah dikukuhkan dapat melaksanakan tugas dengan baik,” demikian Mahyuddin.

Penegakan Hukum Pemilu

Penegakan Hukum Pemilu





Di Sampaikan Dalam Kegiatan Forum Diskusi Politik Yang Diselenggarakan Oleh
Badan Kesbang Pol Dan Linmas Kabupaten Sumbawa
Pada Hari Kamis Tanggal 20 Juni 2013 di Aula kantor Kesbang Pol dan Linmas kabupaten Sumbawa



OLEH :
SYAMSI HIDAYAT, S.IP
KETUA DIVISI PENINDAKAN DAN SENGKETA PEMILU







PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN UMUM
KABUPATEN SUMBAWA
Jalan Hasanuddin No. 01 Tlpn/ Fax (0371) 2628209 Sumbawa Besar



A.    Pendahuluan
Pemilu adalah kompetisi memperebutkan suara rakyat untuk mendapatkan jabatan-jabatan politik. Sebagai sebuah kompetisi, pemilu harus diselenggarakan oleh lembaga yang kredibel di mata rakyat maupun peserta. Lembaga penyelenggara pemilu harus  independen atas semua kepentingan, agar keputusan yang diambilnya semata-mata demi menjaga kemurnian suara rakyat. Pemilu merupakan perhelatan politik yang kompleks untuk mengonversi suara rakyat menjadi kursi, sehingga penyelenggara pemilu berpedoman pada Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 pasal 2 tentang asas pemilu diantaranya sebagai berikut:
a.       mandiri;
b.      jujur;
c.       adil;
d.      kepastian hukum;
e.       tertib;
f.       kepentingan umum;
g.      keterbukaan;
h.      proporsionalitas;
i.        profesionalitas;
j.        akuntabilitas;
k.      efisiensi; dan
l.        efektivitas.

B.     Penegakan Hukum Pemilu
penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam suatu pemerintahan demokrasi. Pemilihan umum di Negara-negara demokrasi dapat dipandang sebagai awal dari paradigm demokrasi. Di samping itu, Negara demokrasi juga harus ada unsur pertanggungjawaban kekuasaan. Baik dari pihak legislatif maupun eksekutif. Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, juga dimasukkan sebagai bagian dari suatu pemilihan umum. Kita ketahui bersama bahwa Pemilu legislative yang terakhir dilaksanakan di Indonesia adalah pada tahun 2009 sedangkan pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah khususnya Provinsi NTB baru saja menyelenggarakan pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur masa jabatan 2013/2018 yang berjalan sesuai dengan harapan bersama.
Keberadaan Panwaslu Kabupaten merupakan turunan dari Bawaslu sebagai lembaga yang mengawasi proses pemilu, baik dari tahapan yang dilakukan oleh KPU maupun proses pelaksanaan dari peserta pemilu (Partai Politik) untuk menghindari berbagai macam persolan dan kecurangan yang terjadi dilapangan sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 Pasal 77 dan pasal 78 tentang tugas dan wewenang serta kewajiban Panwaslu Kabupaten/Kota. Adapun tugas dan wewenang tersebut adalah :
1.      Tugas dan Wewenang Panwaslu Kabupaten/kota
a.       mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota yang   meliputi:
1)       Pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
2)       Pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan pencalonan bupati/walikota;
3)       Proses penetapan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan calon bupati/walikota;
4)       Penetapan calon bupati/walikota;
5)       Pelaksanaan kampanye;
6)       Pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
7)       Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu;
8)       Mengendalikan pengawasan seluruh proses penghitungan suara;
9)       Pergerakan surat suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
10)   Proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dari  seluruh kecamatan;
11)   Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; dan
12)   Proses penetapan hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan pemilihan bupati/walikota;

b.      menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
c.        menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan Pemilu yang tidak mengandung unsur tindak pidana;
d.      menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
e.        meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
f.        menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh Penyelenggara Pemilu di tingkat kabupaten/kota;
g.       mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung;
h.       mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan
i.        melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.      Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panwaslu Kabupaten/Kota dapat:
a.       memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf  g;
b.      memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.
Adapun kewajiban Panwaslu Kabupaten/Kota:
a.       bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b.      melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Panwaslu pada tingkatan di bawahnya;
c.        menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d.      menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu Provinsi sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e.       menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu Provinsi berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat kabupaten/kota; dan
f.        melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Maka dengan melihat pada sistem pemilu saat ini, pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi, karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilhan umum adalah hal yang penting dalam kehidupan Negara. Pemilu selain merupakan mekanisme bagi rakyat untuk memilih para wakilnya, juga dapat dilihat sebagai proses evaluasi dan pembentukan kembali kontrak sosial. Pemilu menyediakan ruang untuk terjadinya proses diskusi antara pemilih dan calon-calon wakil rakyat, dan calon kepala daerah baik sendiri-sendiri maupun melalui partai politik.
Ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi agar pemilu benar-benar menghasilkan pemerintahan yang demokratis secara substantif dan bukan sekedar prosesi ritual. Prasyarat tersebut antara lain adalah : tersedianya aturan main yang jelas dan adil bagi semua peserta, adanya penyelenggara yang independen dan tidak diskriminatif, pelaksanaan aturan yang konsisten, dan adanya sanksi yang adil kepada semua pihak.
Hukum pemilu adalah seperangat peraturan yang bertujuan menjamin penyelenggaraan pemilu berjalan sesuai dengan asas pemilu: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Secara operasional, hukum pemilu mencegah dan memberikan sanksi agar tidak terjadi pelanggaran peraturan pemilu. Hukum pemilu juga mengatur penyelesaikan kasus-kasus sengketa atau perselisihan pemilu yang melibatkan para pihak.
Dalam upaya peningkatan efektivitas penanganan tindak pidana Pemilu, pasal 267 ayat (1) Undang-undang No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD mengamanatkan pembentukan Sentra Gakkumdu. Maka guna mempercepat proses koordinasi antara pengawas pemilu, kepolisian dan kejaksaan di Kabupaten Sumbawa dalam penanganan pelanggaran pidana pemilu di baik Pemilu Legislatif, pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Kepala Daerah Provinsi maupun Kabupaten. Adanya Sentra Gakkumdu ini guna membangun penyamaan persepsi antar instansi dalam penanganan pelanggaran tindak pidana pemilu. Serta memperkuat koordinasi antara Panwaslu, kepolisian dan kejaksaan di Kabupaten Sumbawa. MOU ini penting mengingat ekspetasi masyarakat sangat tinggi seiring dengan modus tindak pidana pemilu makin canggih, demi tegaknya aturan main dan penegakan hukum pemilu bisa dimaksimalkan maka hadir Sentra Gakkumdu dari sinergitas tiga lembaga tersebut,
Dalam MOU tersebut menjelaskan empat pilar dalam Sentra Gakkumdu yaitu :
1)      Soliditas tiga kompomen lembaga penegak hukum dalam penanganan pelanggaran tindak pidana pemlu,
2)      Integritas yang tinggi agar dihargai masyarakat terutama terkait independensi,
3)      Mentalitas penegak hukum yang bersemangat dan profesionalitas akan aturan main maupun regulasinya.
C.    Mekanisme Dalam Penegakan Hukum Pemilu
Mekanisme penyelesaian permasalahan hukum pemilu yang efektif diperlukan untuk menjaga pemilihan umum yang jujur dan adil (free and fair election). Mekanisme itu penting, tidak sekedar untuk menjaga demokratisasi pemilu, namun jauh lebih penting bagaimana mekanisme itu mampu melindungi hak pilih masyarakat dari tindakan manipulatif dan curang. Oleh Karena itu, mekanisme hukum pemilu harus mampu memproyeksikan permasalahan yang akan terjadi. Mekanisme itu tidak hanya memprioritaskan adanya kepastian akan bunyi ketentuan perundang-undangan, namun lebih dari itu adalah kepastian akan kekuatan makna aturan main itu sendiri. Dengan kata lain, mekanisme hukum pemilu tidak hanya bersifat prosedural sehingga berpeluang besar meminggirkan pencarian keadilan.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya efektifitas penegakan hukum pemilu. Setidaknya terdapat 4 faktor, khususnya pidana , yaitu :
(1)     Koordinasi pengawas pemilu dengan kepolisian yang tidak berjalan dengan baik.
(2)     Kepolisian dan kejaksaan menilai bukti-bukti tidak cukup. Banyak alasan yang dikemukakan, baik yang logis maupun tidak. Misalnya, karena pelaku menghilang dan polisi tidak bisa menemukan dalam waktu 30 hari, atau kebutuhan polisi atas bukti forensik untuk memastikan ijazah palsu, padahal lembaga berwenang yang mengeluarkan ijazah tersebut telah menyatakan kepalsuan ijazah itu.
(3)     Adanya keputusan diskresi dari polisi/ jaksa untuk tidak menindaklanjuti kasus pelanggaran dengan beberapa alasan.
(4)     pembiaran kasus tanpa alasan yang jelas.

D.    Penyelesaian Tindak Pidana, Pelanggaran Administrasi, Perselisihan Administrasi, Dan Perselisihan Hasil Pemilu
Praktik pemilu di Indonesia selama ini menunjukkan bahwa persoalan ketaatan hukum dan penegakan peraturan pemilu masih banyak kekurangan dan kelamahan. Oleh sebab itu, perlu dibangun suatu sistem penegakan hukum pemilu yang lebih baik dan sesuai dengan standar pemilu demokratis. Selain belajar dari pengalaman sendiri, pembangunan sistem itu perlu juga mengaca pada pengalaman negara-negara lain yang menghadapi masalah yang sama seperti :
a.      Syarat Penting Penegakan Hukum Pemilu
Mengenai kepatuhan terhadap aturan dan penegakan hukum, terdapat sejumlah persyaratan yang menjadi dasar bagi pembangunan sistem penegakan hukum pemilu yang baik. Persyaratan itu adalah:
1)      Adanya mekanisme dan penyelesaian hukum yang efektif;
2)      Adanya aturan mengenai hukuman untuk pelanggaran pemilu;
3)      Adanya ketentuan terperinci dan memadai untuk melindungi hak pilih;
4)      Adanya hak bagi pemilih, kandidat, dan parpol untuk mengadu kepada lembaga penyelenggara pemilu atau lembaga pengadilan;
5)      Adanya keputusan untuk mencegah hilangnya hak pilih dari lembaga penyelenggara pemilu atau lembaga pengadilan;
6)      Adanya hak untuk banding;
7)      Adanya keputusan yang sesegera mungkin;
8)      Adanya aturan mengenai waktu yang dibutuhkan untuk memutuskan gugatan;
9)      Adanya kejelasan mengenai implikasi bagi pelanggaran aturan pemilu terhadap hasil pemilu
10)  Adanya proses, prosedur, dan penuntutan yang menghargai hak asasi manusia.
Ke-10 syarat di atas akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana penyelesaian pelanggaran dan penyelesaian keberatan pemilu.
b.      Klasifikasi Masalah Hukum Pemilu
Masalah hukum dalam pemilu dapat diklasifikasi ke dalam empat macam:
1)      Tindak Pidana Pemilu;
Tindak pidana pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang pemilu. Kasus-kasus tindak pidana pemilu ditangani pengawas pemilu, lalu diproses oleh kepolisian dan dilimpahkan ke pengadilan oleh kejaksaan. Hakim akan mengadili dan menghukum para tersangka sesuai dengan ketentuan pidana pemilu, berupa sanksi hukuman penjara dan atau denda.
2)      Pelanggaran Administrasi Pemilu;
Pelanggaran administrasi pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan administrasi (biasanya menyangkut kriteria dan persyaratan) sebagaimana diatur dalam undang-undang pemilu maupun peraturan lainnya. Pelanggaran administrasi ditangani oleh pengawas pemilu dan diserahkan kepada KPU dan jajarannya untuk dijatuhi sanksi. Sanksinya bisa berupa teguran lisan, teguran tertulis, larangan melakukan kegiatan tertentu, sampai dengan pencoretan dari daftar peserta pemilu atau daftar calon.
3)      perselisihan administrasi pemilu;
Perselisihan adminstrasi pemilu adalah perselisihan yang timbul karena munculnya ketidakpuasan beberapa pihak atas keputusan penyelenggara pemilu. Pemilih, peserta pemilu dan calon anggota legisaltif dan calon pejabat eksektuif, yang merasa dirugikan oleh keputusan KPU dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Hakim yang akan menentukan benar tidaknya keputusan penyelenggara pemilu tersebut.
4)       Perselisihan Hasil Pemilu.
Perselisihan hasil pemilu adalah perselisihan yang timbul karena partai politik perserta pemilu, calon anggota DPD, dan pasangan calon pejabat eksekutif merasa dirugikan oleh hasil penghitungan suara yang dilakukan KPU sehingga mereka tidak mendapatkan kursi yang diperebutkan. Kasus perselesihan hasil pemilu diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam perjalannya kemudian, Mahkamah Konstitusi tidak hanya menerima gugatan akibat salah hitung suara oleh KPU, tetapi juga gugatan akibat terjadinya pelanggaran yang masif, sistematis dan terstruktur.

E.     Kesimpulan
Dalam melakukan penegakan hukum dalam penyelenggara pemilu tentu harus sesuai dengan aturan undang-undang berlaku, misalnya dalam aturan penyelenggara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota. Di tuntut untuk menciptakan pemilu yang JURDIL dalam setiap tahapan sampai pemilu berakhir dan menemukan pemimpin-pemimpin yang berkualitas sesuai dengan harapan demokrasi. Serta memberikan keadilan kepada setiap peserta pemilu untuk mendapatkan hak yang sama sesuai dengan amanat konstitusi.