Lahirnya UU No. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu
sebagai pengganti UU No. 22/2007, disebut-sebut dilatarbelakangi oleh karena
belum optimalnya penyelenggaraan Pemilu Tahun 2009 sehingga diperlukan
langkah-langkah perbaikan menuju peningkatan kualitas penyelenggaraan Pemilu.
Perbaikan, sebagaimana dimaksud, mencakup perbaikan jadwal dan tahapan, serta
persiapan yang semakin memadai. Namun demikian, Putusan MK No.
81/PUU-IX/2011 tertanggal 4 Januari 2012 telah menganulir beberapa pasal dalam
UU No. 15/2011 tersebut, yakni pada: Pasal 11 huruf i, Pasal 85 huruf i, Pasal
109 ayat (4) huruf c, huruf d, huruf e, dan ayat (5), serta Pasal 109 ayat
(11), dengan gugatan karena bertentangan dengan Perubahan Ketiga UUD RI 1945
Pasal 22E ayat 5.
Walaupun
terdapat beberapa pasal dan ayat dalam UU No. 15/2011 tersebut yang dinyatakan
tidak sesuai dengan UUD RI 1945, sebagaimana disebutkan di atas, UU No. 15/2011
tersebut tetaplah menjadi rujukan utama bagi pelaksanaan tugas, wewenang, dan
kewajiban penyelenggara Pemilu (dalam hal ini, KPU, Bawaslu/Panwaslu, serta
DKPP). Terkhusus bagi Bawaslu/Panwaslu beserta unsur kelembagaannya secara
hierarki, UU No. 15/2011 telah mengatur tentang:
1.
Tugas, wewenang, dan kewajiban
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, PPL dan PPLN sebagaimana tertuang pada Pasal 73 sampai
dengan Pasal 84;
2. Persyaratan anggota Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, PPL dan PPLN
pada Pasal 85;
3. Pengangkatan dan Pemberhentian
pada Pasal 86 sampai dengan Pasal 102;
4. Pertanggungjawaban dan pelaporan
pada Pasal 103 sampai dengan Pasal 105; serta
5. Kesekretariatan pada Pasal 106
sampai dengan Pasal 108.
Berkaitan dengan uraian di atas, sejak ditetapkannya
UU No. 15/2011, secara kelembagaan penyelenggara Pemilu, terjadi
perubahan-perubahan yang signifikan, antara lain:
1)
Di tingkat Pusat (RI) kelembagaan
penyelenggara pemilu dipecah menjadi 3 (tiga) lembaga sebagai satu kesatuan
fungsi, walaupun memiliki perbedaan domain kerja, yakni: KPU beserta turunannya
sebagai lembaga teknis penyelenggaraan pemilu, Bawaslu/Panwaslu beserta
turunannya sebagai lembaga teknis pengawasan pemilu, serta DKPP sebagai lembaga
pengawasan kode etik penyelenggara pemilu.
2)
Sejak tahun 2010, MK melalui
Putusan No. 11/PUU-VIII/2010 telah menempatkan Bawaslu sebagai lembaga mandiri,
sebagaimana KPU. Sehingga, secara kelembagaan Bawaslu bukan lagi sebagai bagian
dari KPU; Bawaslu juga tidak lagi dibentuk oleh KPU. Posisi Bawaslu adalah
lembaga mandiri, kedudukannya sejajar dengan KPU, sama-sama sebagai lembaga
penyelenggara pemilu, yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, seperti diatur
oleh Pasal 22E Ayat (5) UUD 1945. Penguatan kelembagaan Bawaslu ini,
ditingkatkan lagi dalam UU No. 15/2011 dengan dibentuknya Bawaslu Provinsi
sebagai lembaga tetap dan mandiri; tidak lagi berstatus ad hoc.
3)
Dengan ditingkatkannya status
kelembagaan Bawaslu Provinsi, Bawaslu mau tidak mau harus meningkatkan
kemampuannya dalam menjalankan fungsi pengawasan pemilu, penegakan hukum
pemilu, dan penyelesaian sengketa pemilu. Bawaslu harus memetakan kembali
masalah-masalah hukum pemilu, dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan
pengaturan pemilu sebagaimana dirumuskan dalam UU Pemilu, maupun dengan melihat
perkembangan dinamika politik di lingkungan pemilih, partai politik peserta
pemilu, maupun penyelenggara pemilu. Kemampuan memetakan masalah-masalah hukum
pemilu tersebut merupakan bahan dasar bagi Bawaslu untuk menyusun strategi
pengawasan pemilu, penegakan hukum pemilu, dan penyelesaian sengketa pemilu ke
depan.
Sesuai dengan ekspektasi permasalahan dalam setiap
kali pelaksanaan Pemilu yang terus meningkat, Bawaslu dituntut untuk
mempolarisasi kembali sistem kerja organisasi dengan menempatkan pola
pengawasan integratif (terpadu: antar penyelenggara pemilu, antar institusi
penegakan hukum dan penyelenggara pemilu, serta partisipasi masyarakat dalam
konteks pengawasan pemilu) serta dengan kemampuannya memenuhi harapan-harapan
masyarakat terhadap pengawasan penyelenggaraan pemilu yang berkredibilitas. Hal
ini kemudian dijawab Bawaslu melalui visi Bawaslu tahun 2010-2014, yakni:
“Tegaknya integritas penyelenggara, penyelenggaraan, dan hasil pemilu melalui
pengawasan pemilu yang berintegritas dan berkredibilitas untuk mewujudkan
pemilu yang demokratis”.
Oleh karenanya, layaklah kiranya jika semboyan “Dari Bawaslu Kita Selamatkan Pemilu
Indonesia” menjadi jargon organisasi Bawaslu se tanah air, dengan
menempatkan tujuan Bawaslu yang harus dicapai, yakni: “Meningkatkan kualitas
pengawasan Pemilu untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis sebagai bagian dari
konsolidasi demokrasi”, serta sasaran strategis yang relevan dan tepat, yakni:
“Semakin meningkatnya kemampuan pengawas pemilu dalam mencegah terjadinya
pelanggaran pemilu dan menangani (menindaklanjuti) pelanggaran pemilu”. Adapun
parameter yang ditetapkan oleh Bawaslu guna mencapai sasaran lembaga tersebut
adalah “apabila lembaga Bawaslu dan Panwaslu mampu mencegah pelanggaran pemilu
dan menangani pelanggaran pemilu, serta semakin meluasnya partisipasi
masyarakat dalam pengawasan pemilu”, dengan indikator capaian:
1.
Meningkatnya kemampuan pengawas
pemilu dalam mencegah terjadinya pelanggaran;
2.
Meningkatnya kemampuan pengawas
pemilu dalam menangani pelanggaran pemilu; dan
3.
Meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam pengawasan pemilu.
Terkait dengan adanya perubahan paradigma dalam
pelaksanaan kerja pengawasan pemilu sebagaimana disebutkan di atas, maka saat
ini terdapat beberapa peraturan terbaru dari Bawaslu yang menjadi rujukan bagi
segenap anggota pengawas pemilu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Beberapa peraturan terkait pengawasan pemilu tersebut, ialah:
a.
Perbawaslu No. 11/2012 tentang
Peraturan Bersama Kode Etik Penyelenggara Pemilu;
b.
Perbawaslu No. 13/2012 tentang
Tata Cara Pengawasan Pemilu;
c.
Perbawaslu No. 14/2012 tentang Tata
Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD;
d.
Perbawaslu No. 15/2012 tentang
Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD;
e.
Perbawaslu No. 1/2013 tentang
Perubahan atas Perbawaslu No. 15/2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD; serta
f.
Perbawaslu No. 3/2013 tentang
Perubahan atas Perbawaslu No. 14/2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
g.
Perbawaslu No. 4/2013 tentang Tata
Cara Pengawasan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
h.
Perbawaslu No. 5/2013 tentang
Pengawasan Penetapan Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Pemilu Anggota DPR, DPD
dan DPRD.
i.
Perbawaslu No. 6/2013 tentang
Tata Cara Pengawasan Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten / Kota.
j.
Perbawaslu No. 7/2013 tentang
Tata Cara Pengawasan Penyusunan Daftar Pemilih untuk Pemilu Anggota DPR, DPD
dan DPRD.
Di wilayah Provinsi NTB secara umum, maupun di wilayah
Kabupaten Sumbawa secara khusus, masyarakat tengah dihadapkan dengan persiapan
menjelang pesta demokrasi lokal dan nasional. Pesta demokrasi dimaksud ialah Pemilu
Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 yang ditetapkan pelaksanaannya pada
tanggal 9 April 2013. Guna mempersiapkan diri menuju penyelenggaraan
pemilu lokal dan nasional tersebut, khususnya yang terkait dengan pengawasan
pemilu, panwaslu kabupaten sumbawa terus intens melakukan koordinasi dengan
jajaran sampai tingkat bawah untuk memastikan proses demi proses KPU kabupaten
sumbawa dalam melaksanakan tahapan Pemilu Legislatif 2014 yang saat ini
memasuki tahapan tanggapan masyarakat terhadap DPS.
Akan tetapi, perlu digaris bawahi bahwa kesiapan
secara organisasi (struktur) saja belumlah cukup untuk mempersiapkan diri
menghadapi berbagai tantangan, gejolak ataupun situasi yang tidak menentu di
dalam penyelenggaraan Pemilu Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014.
Dibutuhkan kesiapan yang lebih matang dalam hal pelaksanaan fungsi (tugas dan
wewenang) pengawasan yang akan dilakukan oleh anggota pengawas pemilu, yakni:
bagaimana pengawas pemilu mampu mempersiapkan cara (metode) pengawasan yang
efektif didalam mengawasi seluruh tahapan pelaksanaan pemilu lokal dan nasional
tersebut. Khususnya, jika dihubungkan dengan perubahan pola pengawasan yang
telah diatur didalam peraturan Bawaslu (dengan lebih menitikberatkan pengawasan
kepada aspek pencegahan daripada penindakan); ataupun, implementasi strategi
yang bersifat teknis di dalam menyelenggarakan pengawasan pemilu.
Guna menyongsong pelaksanaan tugas dan wewenang
Panwaslu Kabupaten sumbawa menyusun strategi serta memberikan pembekalan kepada
panwascam dalam Wilayah Kabupaten Sumbawa, agar kelembagaan Panwaslu perlu
menyinergikan strategi, pola dan metode pengawasan pemilu dalam wilayah
Kabupaten Sumbawa dalam menghadapi Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014.
Sehingga memberikan pemahaman terhadap berbagai peraturan pengawasan di atas
diharapkan tumbuh dan berkembang sikap kritis dari pengawas pemilu untuk
menghadirkan metode-metode yang aplikatif serta sesuai dengan kebutuhan
pelaksanaan pengawasan di masing-masing tingkatan untuk mengawasi berbagai
tahapan dalam penyelenggaraan pemilu.
Akhir kata, semoga Allah SWT, Tuhan YME, selalu
meridhoi setiap langkah pengawasan yang dilakukan oleh pengawas pemilu. Amin,
Ya Robbal Alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar