Sabtu, 27 Juli 2013

Ketua Bawaslu: Perlu Kajian yang Cermat dalam Penyelesaian Sengketa Pemilu



Jakarta – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Muhammad mengatakan bahwa Rapat Koordinasi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Pemilu urgensinya sangat penting dan kegiatan ini adalah menyamakan persepsi, menyamakan sikap, menyamakan prosedur penanganan pelanggaran dan penyelesaikan sengketa pemilu terkait DCS (Daftar Calon Sementara). 

“Bawaslu memutuskan ada ruang untuk menyelesaikan sengketa pada tahap DCS ini. Salah satunya karena pada saat dilakukan klarifikasi kepada komisioner KPU pusat terhadap aduan beberapa parpol, ditemukan fakta bahwa KPU dalam menetapkan DCS itu dengan sebuah surat keputusan. Berbeda ketika menetapkan verifikasi parpol beberapa waktu lalu,” jelas Muhammad pada pembukaan Rapat Koordinasi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD di Jakarta, Rabu (19/6).

Ketua Bawaslu menjelaskan bahwa setelah Bawaslu/Bawaslu Provinsi menemukan pelanggaran dalam sebuah klarifikasi maka kuat dasar bagi Bawaslu untuk masuk ke ruang itu (penyelesaian sengketa-Red). Namun semuanya harus diawali oleh sebuah kajian. Kajian awal dalam laporan itu apakah memang arahnya dan muaranya kepada penanganan pelanggaran administrasi atau sengketa, atau lainnya.

“Setelah rakor ini diharapkan tidak ada perbedaan dalam standar yang kita gunakan. Jadi standarnya harus sama. Bawaslu sebagai regulator akan menyampaikan bagaimana Perbawaslu kita dan revisinya terkait hal tersebut serta SOP (Standar Operating Procedure) yang harus dipedomani secara bersama,” jelasnya.

Ketua Bawaslu selanjutnya mengatakan bahwa perlu kajian yang cermat dalam menangani problem DCS yang berbeda-beda, misalnya soal ijazah, KTP, background dan sebagainya.

“Undang-undang 8 Tahun 2012 dan 15 Tahun 2011 memang sudah menegaskan bahwa Bawaslu mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa. Sengketa ini mengarah pada keputusan Bawaslu yang final dan banding sehingga kehormatan lembaga dipertaruhkan,” terang Muhammad.

Ketua Bawaslu juga berpesan kepada seluruh peserta rakor agar berhati-hati dalam memutus suatu keputusan sengketa dan berkoordinasi dengan baik dengan sesama komisioner, dengan KPU, dan ketika akan memutus sengketa bila kira-kira ada ruang belum sepakat jangan segan bertanya ke Bawaslu.

Muhammad juga menjelaskan bahwa yang menjadi putusan Bawaslu dan jajarannya, maka KPU akan mempedomani, mengikuti apa yang sudah menjadi keputusan Bawaslu.

“Ini merupakan tantangan supaya keputusan Bawaslu adalah benar-benar keputusan yang berwibawa yang dibangun dari sebuah kajian yang bisa dipertanggung jawabkan,” tandasnya. (Sumber: Bawaslu RI)


Panwaslu Sumbawa Fokus Awasi DPS Pemilu 2014

Mahyuddin, S.Pd


Pemilu legislatif yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014 serentak diseluruh Indonesia kini memasuki tahapan pengumuman daftar pemilih sementara (DPS) hasil kerja Pantarlih disetiap TPS masing-masing PPS, guna melakukan pencocokan ulang data pemilih. Hal ini dilaksanakan agar data sebelumnya dapat diperbaiki sesuai dengan kondisi dan jumlah pemilih yang ada dimasing-masing TPS.

Sebelumnya, dalam pemutakhiran data pemilih (Pantarlih) Pemilihan Umum (Pemilu)  legislatif 2014,  Panwaslu yang turun melakukan pengawasan secara acak  menemukan  pemilih bermasalah karena  meninggal dunia, pindah domisili, ganda, tanpa NIK, anggota TNI/Polri, sakit  jiwa dan tidak dikenal mencapai ratusan orang lebih.

Menurut Mahyuddin ketua Divisi pengawasan Panwaslu Kabupaten Sumbawa, mengatakan bahwa. Dalam pengawasan DPS yang juga sudah diumumkan di tingkat PPS masing-masing diwilayah Kabupaten Sumbawa kepada umum dan semua pengurus partai politik (Parpol) Peserta pemilu 2014 menemukan ganda, dibawah umur, meninggal dan masih ditemukan anggota TNI/Polri masuk DPS; langsung dikoordinasikan dengan jajaran KPU di kecamatan masing-masing untuk mencoretnya

“Jika memenuhi pemilih yang belum terdaftar,  langsung kami instruksikan untuk diserahkan ke jajaran KPU agar didaftar,” tandasnya.
Mahyuddin menambahkan, di DPS Pileg 2014 yang dikeluarkan KPU  Kabupaten Sumbawa terdapat 332.094 pemilih, jumlah itu berdasarkan kerja Pantarlih dilapangan yang terbagi dalam pemilih Laki-laki berjumlah 163.723 sementara pemilih Prempuan berjumlah 168.371.

Namun, setelah dilakukan audit dengan mengambil sampling diseluruh kecamatan diwilayah Kabupaten Sumbawa dengan 3 TPS per-Desa. Maka Panwaslu Kabupaten Sumbawa menemukan masih banyaknya pemilih ganda, pemilih yang sudah meninggal, dan pemilih dibawah umur yang terdaftar dalam DPS. Dari data tersebut panwaslu kabupaten sumbawa menemukan pemilih bermasalah seperti pemilih ganda, meninggal dan dibawah umur berjumlah 569 pemilih yang tersebar di 24 kecamatan.

Sehingga Panwaslu Kabupaten Sumbawa berkoordinasi dengan KPU kabupaten sumbawa untuk segera menindaklanjuti temuan panwaslu untuk melakukan perbaikan data pemilih sesuai dengan fakta dilapangan dan memberikan sanksi kepada petugas yang lalai menjalankan tugas karena ini berakibat merugikan masyarakat sendiri.


Dana Pemilu 2014 Ditambah Rp 1 Triliun



Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR dan pemerintah sepakat untuk mengalokasikan tambahan anggaran penyelenggaraan kegiatan pemilihan umum (pemilu) tahun 2014 sebesar Rp 1 triliun.

Ketua Banggar Ahmadi Noor Supit mengatakan pihaknya menyetujui dana tambahan dalam rangka merealisasikan kegiatan pesta demokrasi tahun depan di tingkat kecamatan, kelurahan, desa dan luar negeri.

"Anggaran tambahannya Rp 1 triliun untuk dana pemilu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)," ujarnya dalam Rapat Kerja Finalisasi APBN-P 2013 di Gedung Banggar, Jakarta, Sabtu (15/6/2013).

Dia mengatakan, sesungguhnya Bawaslu hanya memerlukan kucuran dana tambahan untuk menyelenggarakan pemilu legislatif serta Presiden dan Wakil Presiden 2014 sebesar Rp 923,5 miliar.

"Jadi kami mengusulkan sisa dana pemilu dalam APBN-P sekitar Rp 77 miliar bisa dimasukkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU)," papar Ahmadi.

Sementara itu, Menteri Keuangan Chatib Basri menyambut baik persetujuan tersebut. "Tetap saja anggarannya Rp 1 triliun, nanti sisanya akan dibicarakan dengan Kementerian," pungkas dia singkat.

Pemerintah sebelumnya, menyiapkan alokasi anggaran pemilu 2014 sebesar Rp 16 triliun. Biaya pemilu tersebut segera disosialisasikan kepada Kementerian/Lembaga sebagai anggaran khusus. 

Sedangkan KPU menyatakan, sampai saat ini lembaganya sudah menggunakan anggaran pemilu 2014 senilai Rp 7,3 triliun. Penggunaan itu terhitung mulai April 2013. (Sumber: Liputan6.com)


DIVISI PENYELESAIAN SENGKETA PEMILU : MASA SENGKETA DAFTAR CALON ANGGOTA LEGISLATIF 2014

SYAMSIHIDAYAT, S.IP


Sesuai dengan Surat Keputusan Bawaslu RI No. 535 KEP- TAHUN 2013 tentang Jangka Waktu Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Terkait Penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebutkan dalam Diktum KEDUA bahwa jangka waktu pengajuan Sengketa Pemilu terhitung 3 (tiga) hari setelah peserta pemilu menerima surat Keputusan KPU, KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota terkait DCS Anggota DPR, DPD dan DPRD. Hal ini diungkapkan oleh Syamsihidayat, S.IP, salah satu Pimpinan Panwaslu Kabupaten sumbawa di ruang kerjanya (Selasa, 27/6/2013). 

Dalam keterangannya, Syamsihidayat mengatakan bahwa "Hasil pengumuman DCS oleh KPU bisa saja memuat unsur kelalaian bahkan kekeliruan sehingga untuk memenuhi harapan keadilan bagi peserta pemilu, Bawaslu/Panwaslu memberi ruang penanganan dan penyelesaian sengketa itu". "Memang, Bawaslu/Panwaslu bukanlah lembaga eksekutor yang dapat memberi sanksi atas pelanggaran yang ditanganinya, melainkan Bawaslu/Panwaslu memiliki kewenangan atas rekomendasi yang dikeluarkannya, dimana rekomendasi tersebut bersifat final dan banding. Final berarti bahwa rekomendasi yang disampaikan oleh Bawaslu/Panwaslu menjadi titik perhatian bagi KPU di dalam melaksanakan hasil putusan musyawarah sengketa yang dilakukan oleh Bawaslu/Panwaslu, sedangkan Banding berarti hasil putusan musyawarah sengketa yang digelar oleh Bawaslu/Panwaslu diabaikan oleh salah satu pihak (baik oleh pelapor ataupun  terlapor) sehingga dapat diteruskan kepada lembaga yang lebih tinggi seperti Mahkamah Agung ataupun Pengadilan Tinggi Tata Usaha negara (PTTUN)" demikian imbuhnya.

Selain itu, dalam Diktum KEEMPAT di SK yang sama, Mubarak mengatakan "Jangka waktu 3 (tiga) hari sebagaimana disebutkan pada Diktum KEDUA dikecualikan bagi peserta pemilu yang telah mengajukan laporan terhadap dugaan pelanggaran pemilu kepada Bawaslu/Panwaslu". Ia menambahkan "Jika Laporan dari peserta pemilu telah diterima (diregister) oleh Bawaslu/Panwaslu walaupun telah melewati masa 3 (tiga) hari yang ditetapkan maka akan tetap ditindaklanjuti oleh Bawaslu/Panwaslu".

Terkait dengan mekanisme laporan dugaan tindakan pelanggaran dan sengketa Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD yang disampaikan oleh peserta pemilu, Mubarak menyampaikan bahwa Bawaslu/Panwaslu berpedoman kepada Perbawaslu No. 14 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan Perbawaslu No. 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD; serta Perbawaslu No. 15 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan Perbawaslu No. 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.


Pengawasan Pemilu: Sebuah Definisi



Kata “pengawasan” secara etimologi terdiri dari satu suku kata, yakni: “awas” yang berarti “dapat melihat dengan jelas; hati-hati (untuk peringatan)”, dengan imbuhan “pe” dan “an” di awal dan akhir suku kata sehingga membentuk kata “pengawasan” yang dapat diartikan sebagai “penilikan dan penjagaan; penilikan dan pengarahan kebijakan”. Sedangkan secara terminologi, kata “pengawasan” ini dalam determinan ilmu administrasi, tidak dapat dipisahkan dari kata perencanaan, sehingga, Sondang P. Siagian mendefinisikannya sebagai “proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”.

 Dari definisi di atas, jelaslah bahwa kata “pengawasan” memiliki relevansi dengan fungsi-fungsi manajemen dalam ilmu administrasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa “tanpa rencana tidak mungkin dapat melakukan pengawasan; dus rencana tanpa pengawasan akan memberi peluang munculnya penyimpangan-penyimpangan tanpa ada alat yang dapat dipergunakan untuk mencegahnya”.

Kata “pemilu” adalah akronim dari istilah “pemilihan umum”. Jika kata “pemilu” ini dikaitkan dengan kata “pengawasan” sebagaimana telah didefinisikan sebelumnya akan membentuk frasa yang sangat fokus dan signifikan, yakni: “penilikan, penjagaan, dan pengarahan kebijakan pelaksanaan pemilu” atau dapat diartikan pula “proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan pemilu untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan dalam pemilu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan”.

v Pengawasan Pemilu dalam Perspektif UU No. 15/2011 dan Perbawaslu No. 13/2012.

Terkait dengan pengawasan pemilu yang menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini maka UU No. 15/2011 pada Pasal 1 Angka 23 menyebutkan arti “pengawasan pemilu” sebagai “kegiatan mengamati, mengkaji, memeriksa, dan menilai proses penyelenggaraan pemilu sesuai peraturan perundang-undangan”. Secara lebih rinci, pengertian pengawasan pemilu sebagaimana disebutkan di atas dapat diuraikan sebagaimana di bawah ini.

v Pengawasan Pemilu sebagai Kegiatan Mengamati Seluruh Proses Penyelenggaraan Tahapan Pemilu.

UU No. 15/2011 telah mengamanatkan bahwa Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, PPL dan PPLN bertugas melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu. Kegiatan pengawasan dimaksud berupa pengamatan terhadap seluruh proses dalam tahapan penyelenggaraan pemilu, yakni: (a) pemutakhiran data pemilih; (b) pencalonan anggota DPR, DPD dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; (c) proses penetapan calon anggota DPR, DPD dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; (d) pelaksanaan kampanye; (e) pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya; (f) pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara, dan penghitungan suara hasil Pemilu; (g) pengawasan seluruh proses penghitungan suara di wilayah kerjanya; (h) proses rekapitulasi suara; (i) pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; serta, (j) proses penetapan hasil Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

v Pengawasan Pemilu sebagai Kegiatan Mengkaji Prospek-Prospek Tertentu yang Diduga Berpotensi Terjadinya Pelanggaran Pemilu. 

Berdasarkan praktek penyelenggaraan pemilu di Indonesia selama ini, penyelenggaraan pemilu kerap memunculkan masalah-masalah penegakan hukum. Situasi ini disebabkan tidak lain karena peluang untuk terjadinya pelanggaran sangat terbuka, baik pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu (partai politik, pasangan calon, maupun perseorangan), tim kampanye, pemerintah, pemilih, serta masyarakat umum. Oleh karenanya, pengawasan pemilu juga dilakukan melalui kegiatan mengkaji prospek-prospek tertentu yang diduga berpotensi terjadinya pelanggaran pemilu. Prospek-prospek dimaksud sebagaimana disebutkan dalam Perbawaslu No. 13/2012 tentang Tata Cara Pengawasan Pemilu.

Di dalam Perbawaslu No. 13/2012 ditekankan perlunya kajian dalam bentuk analisis guna mengidentifikasi dan memetakan potensi rawan pelanggaran pemilu, di setiap tahapan, ataupun aspek lainnya yang tidak termasuk tahapan pemilu. Hal ini dimaksudkan agar diketahui:
1)      perintah atau larangan yang diatur dalam peraturan perundang- undangan; 
2)     ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak jelas dan tidak tegas sehingga berpotensi menimbulkan multitafsir; 
3)     adanya perbedaan penafsiran antar pemangku kepentingan dalam memahami ketentuan peraturan perundang-undangan; 
4)     subjek atau pelaku yang berpotensi melakukan pelanggaran; dan 
5)     wilayah pengawasan dengan mempertimbangan tinggi rendahnya tingkat kerawanan dan besarnya potensi pelanggaran pada wilayah tertentu berdasarkan pengalaman pemilu sebelumnya.
v Pengawasan Pemilu sebagai Kegiatan Memeriksa Laporan dan Bukti-Bukti yang Diperoleh sebagai Indikasi Awal Dugaan Pelanggaran Pemilu.

Pengawasan pemilu sebagai kegiatan memeriksa, dapat diartikan pula sebagai kegiatan “melihat, mencermati, dan memperoleh” laporan atau bukti-bukti yang menjadi indikasi awal dugaan pelanggaran pemilu. Dalam konteks ini, pengawasan pemilu harus bersifat fact finding, yakni menemukan fakta-fakta yang menjadi indikasi awal dugaan pelanggaran pemilu melalui teknik pengawasan langsung, dengan cara:
1.  Pengawas pemilu secara aktif mendapatkan informasi dan data yang dibutuhkan dari KPU dan jajarannya, serta dari pihak-pihak terkait lainnya;
2.  Pengawas pemilu memastikan kelengkapan, kebenaran, keakuratan serta keabsahan data dan dokumen yang menjadi objek pengawasan pada masing-masing tahapan pemilu;
3.  Pengawas pemilu melakukan konfirmasi kepada para pihak terkait dalam hal terdapat indikasi awal terjadinya pelanggaran; dan
4.  Pengawas pemilu melakukan kegiatan atau langkah-langkah lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan di atas, pengawas pemilu memperoleh hasil pengawasan, berupa: informasi awal potensi pelanggaran dan/atau temuan dugaan pelanggaran; serta laporan masyarakat yang disampaikan secara tidak langsung (dimana laporan ini dikategorikan sebagai informasi awal untuk pengawas pemilu).

Atas informasi awal potensi pelanggaran berupa data dan dokumen yang menjadi objek pengawasan pada masing-masing tahapan pemilu, pengawas pemilu melakukan pencermatan terhadap kelengkapan, kebenaran, keakuratan serta keabsahan data dan dokumen dimaksud. Jika informasi awal potensi pelanggaran itu berupa laporan masyarakat yang disampaikan secara tidak langsung, pengawas pemilu dapat melakukan konfirmasi kepada para pihak terkait atas laporan dimaksud. Dan, apabila potensi pelanggaran tersebut adalah temuan dugaan pelanggaran, berupa bukti awal dugaan pelanggaran yang diperoleh dari: keterangan saksi, surat atau dokumen, rekaman foto atau video, dokumen elektronik, atau alat peraga, pengawas pemilu dapat mengkaji bukti-bukti awal tersebut guna menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti temuan dugaan pelanggaran dimaksud.


v Pengawasan Pemilu sebagai Kegiatan Menilai Proses Penyelenggaraan Pemilu.

Dalam penyelenggaraan pengawasan pemilu kegiatan pengawasan pemilu secara final bertujuan untuk menilai proses dalam seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu. Tujuan sebagaimana dimaksud guna: 
1.     Memastikan terselenggaranya pemilu secara LUBER, JURDIL, dan Berkualitas, serta dilaksanakannya peraturan perundang-undangan mengenai pemilu secara menyeluruh;
2.     Mewujudkan pemilu yang demokratis; dan
3. Menegakkan integritas, kredibilitas penyelenggara, transparansi penyelenggaraan dan akuntabilitas hasil pemilu.

Penilaian terhadap proses dalam seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu sebagaimana dimaksud di atas dilakukan melalui laporan hasil pengawasan pemilu yang disampaikan oleh pengawas pemilu pada setiap tahapan dan seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu yang dilakukan secara berjenjang dari pengawas pemilu di tingkat bawah kepada pengawas pemilu di tingkat atasnya.

Sehingga proses pengawasan dapat berjalan dan memberikan hasil yang baik dalam pelaksanaan pemilu demi indonesia yang lebih baik.



Pengawasan Pemilu dalam Konteks Kekinian


Lahirnya UU No. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu sebagai pengganti UU No. 22/2007, disebut-sebut dilatarbelakangi oleh karena belum optimalnya penyelenggaraan Pemilu Tahun 2009 sehingga diperlukan langkah-langkah perbaikan menuju peningkatan kualitas penyelenggaraan Pemilu. Perbaikan, sebagaimana dimaksud, mencakup perbaikan jadwal dan tahapan, serta persiapan yang semakin memadai. Namun demikian, Putusan MK No. 81/PUU-IX/2011 tertanggal 4 Januari 2012 telah menganulir beberapa pasal dalam UU No. 15/2011 tersebut, yakni pada: Pasal 11 huruf i, Pasal 85 huruf i, Pasal 109 ayat (4) huruf c, huruf d, huruf e, dan ayat (5), serta Pasal 109 ayat (11), dengan gugatan karena bertentangan dengan Perubahan Ketiga UUD RI 1945 Pasal 22E ayat 5.

Walaupun terdapat beberapa pasal dan ayat dalam UU No. 15/2011 tersebut yang dinyatakan tidak sesuai dengan UUD RI 1945, sebagaimana disebutkan di atas, UU No. 15/2011 tersebut tetaplah menjadi rujukan utama bagi pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban penyelenggara Pemilu (dalam hal ini, KPU, Bawaslu/Panwaslu, serta DKPP). Terkhusus bagi Bawaslu/Panwaslu beserta unsur kelembagaannya secara hierarki, UU No. 15/2011 telah mengatur tentang:

1.            Tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu  Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, PPL dan PPLN sebagaimana tertuang pada Pasal 73 sampai dengan Pasal 84;
2. Persyaratan anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, PPL dan PPLN pada Pasal 85;
3.        Pengangkatan dan Pemberhentian pada Pasal 86 sampai dengan Pasal 102;
4.   Pertanggungjawaban dan pelaporan pada Pasal 103 sampai dengan Pasal 105; serta
5.         Kesekretariatan pada Pasal 106 sampai dengan Pasal 108. 

Berkaitan dengan uraian di atas, sejak ditetapkannya UU No. 15/2011, secara kelembagaan penyelenggara Pemilu, terjadi perubahan-perubahan yang signifikan, antara lain: 
1)   Di tingkat Pusat (RI) kelembagaan penyelenggara pemilu dipecah menjadi 3 (tiga) lembaga sebagai satu kesatuan fungsi, walaupun memiliki perbedaan domain kerja, yakni: KPU beserta turunannya sebagai lembaga teknis penyelenggaraan pemilu, Bawaslu/Panwaslu beserta turunannya sebagai lembaga teknis pengawasan pemilu, serta DKPP sebagai lembaga pengawasan kode etik penyelenggara pemilu.
2)   Sejak tahun 2010, MK melalui Putusan No. 11/PUU-VIII/2010 telah menempatkan Bawaslu sebagai lembaga mandiri, sebagaimana KPU. Sehingga, secara kelembagaan Bawaslu bukan lagi sebagai bagian dari KPU; Bawaslu juga tidak lagi dibentuk oleh KPU. Posisi Bawaslu adalah lembaga mandiri, kedudukannya sejajar dengan KPU, sama-sama sebagai lembaga penyelenggara pemilu, yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, seperti diatur oleh Pasal 22E Ayat (5) UUD 1945. Penguatan kelembagaan Bawaslu ini, ditingkatkan lagi dalam UU No. 15/2011 dengan dibentuknya Bawaslu Provinsi sebagai lembaga tetap dan mandiri; tidak lagi berstatus ad hoc.
3)   Dengan ditingkatkannya status kelembagaan Bawaslu Provinsi, Bawaslu mau tidak mau harus meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan fungsi pengawasan pemilu, penegakan hukum pemilu, dan penyelesaian sengketa pemilu. Bawaslu harus memetakan kembali masalah-masalah hukum pemilu, dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan pengaturan pemilu sebagaimana dirumuskan dalam UU Pemilu, maupun dengan melihat perkembangan dinamika politik di lingkungan pemilih, partai politik peserta pemilu, maupun penyelenggara pemilu. Kemampuan memetakan masalah-masalah hukum pemilu tersebut merupakan bahan dasar bagi Bawaslu untuk menyusun strategi pengawasan pemilu, penegakan hukum pemilu, dan penyelesaian sengketa pemilu ke depan.

Sesuai dengan ekspektasi permasalahan dalam setiap kali pelaksanaan Pemilu yang terus meningkat, Bawaslu dituntut untuk mempolarisasi kembali sistem kerja organisasi dengan menempatkan pola pengawasan integratif (terpadu: antar penyelenggara pemilu, antar institusi penegakan hukum dan penyelenggara pemilu, serta partisipasi masyarakat dalam konteks pengawasan pemilu) serta dengan kemampuannya memenuhi harapan-harapan masyarakat terhadap pengawasan penyelenggaraan pemilu yang berkredibilitas. Hal ini kemudian dijawab Bawaslu melalui visi Bawaslu tahun 2010-2014, yakni: “Tegaknya integritas penyelenggara, penyelenggaraan, dan hasil pemilu melalui pengawasan pemilu yang berintegritas dan berkredibilitas untuk mewujudkan pemilu yang demokratis”.

Oleh karenanya, layaklah kiranya jika semboyan “Dari Bawaslu Kita Selamatkan Pemilu Indonesia” menjadi jargon organisasi Bawaslu se tanah air, dengan menempatkan tujuan Bawaslu yang harus dicapai, yakni: “Meningkatkan kualitas pengawasan Pemilu untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis sebagai bagian dari konsolidasi demokrasi”, serta sasaran strategis yang relevan dan tepat, yakni: “Semakin meningkatnya kemampuan pengawas pemilu dalam mencegah terjadinya pelanggaran pemilu dan menangani (menindaklanjuti) pelanggaran pemilu”. Adapun parameter yang ditetapkan oleh Bawaslu guna mencapai sasaran lembaga tersebut adalah “apabila lembaga Bawaslu dan Panwaslu mampu mencegah pelanggaran pemilu dan menangani pelanggaran pemilu, serta semakin meluasnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu”, dengan indikator capaian:
1.     Meningkatnya kemampuan pengawas pemilu dalam mencegah terjadinya pelanggaran;
2.     Meningkatnya kemampuan pengawas pemilu dalam menangani pelanggaran pemilu; dan
3.     Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu. 

Terkait dengan adanya perubahan paradigma dalam pelaksanaan kerja pengawasan pemilu sebagaimana disebutkan di atas, maka saat ini terdapat beberapa peraturan terbaru dari Bawaslu yang menjadi rujukan bagi segenap anggota pengawas pemilu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Beberapa peraturan terkait pengawasan pemilu tersebut, ialah:
a.        Perbawaslu No. 11/2012 tentang Peraturan Bersama Kode Etik Penyelenggara Pemilu;
b.        Perbawaslu No. 13/2012 tentang Tata Cara Pengawasan Pemilu;
c.         Perbawaslu No. 14/2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD;
d.       Perbawaslu No. 15/2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD;
e.        Perbawaslu No. 1/2013 tentang Perubahan atas Perbawaslu No. 15/2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD; serta
f.          Perbawaslu No. 3/2013 tentang Perubahan atas Perbawaslu No. 14/2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
g.        Perbawaslu No. 4/2013 tentang Tata Cara Pengawasan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
h.       Perbawaslu No. 5/2013 tentang Pengawasan Penetapan Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
i.          Perbawaslu No. 6/2013 tentang Tata Cara Pengawasan Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten / Kota.
j.          Perbawaslu No. 7/2013 tentang Tata Cara Pengawasan Penyusunan Daftar Pemilih untuk Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.  

Di wilayah Provinsi NTB secara umum, maupun di wilayah Kabupaten Sumbawa secara khusus, masyarakat tengah dihadapkan dengan persiapan menjelang pesta demokrasi lokal dan nasional. Pesta demokrasi dimaksud ialah Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 yang ditetapkan pelaksanaannya pada tanggal 9 April 2013. Guna mempersiapkan diri menuju penyelenggaraan pemilu lokal dan nasional tersebut, khususnya yang terkait dengan pengawasan pemilu, panwaslu kabupaten sumbawa terus intens melakukan koordinasi dengan jajaran sampai tingkat bawah untuk memastikan proses demi proses KPU kabupaten sumbawa dalam melaksanakan tahapan Pemilu Legislatif 2014 yang saat ini memasuki tahapan tanggapan masyarakat terhadap DPS.

Akan tetapi, perlu digaris bawahi bahwa kesiapan secara organisasi (struktur) saja belumlah cukup untuk mempersiapkan diri menghadapi berbagai tantangan, gejolak ataupun situasi yang tidak menentu di dalam penyelenggaraan Pemilu Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014. Dibutuhkan kesiapan yang lebih matang dalam hal pelaksanaan fungsi (tugas dan wewenang) pengawasan yang akan dilakukan oleh anggota pengawas pemilu, yakni: bagaimana pengawas pemilu mampu mempersiapkan cara (metode) pengawasan yang efektif didalam mengawasi seluruh tahapan pelaksanaan pemilu lokal dan nasional tersebut. Khususnya, jika dihubungkan dengan perubahan pola pengawasan yang telah diatur didalam peraturan Bawaslu (dengan lebih menitikberatkan pengawasan kepada aspek pencegahan daripada penindakan); ataupun, implementasi strategi yang bersifat teknis di dalam menyelenggarakan pengawasan pemilu. 

Guna menyongsong pelaksanaan tugas dan wewenang Panwaslu Kabupaten sumbawa menyusun strategi serta memberikan pembekalan kepada panwascam dalam Wilayah Kabupaten Sumbawa, agar kelembagaan Panwaslu perlu menyinergikan strategi, pola dan metode pengawasan pemilu dalam wilayah Kabupaten Sumbawa dalam menghadapi Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014. Sehingga memberikan pemahaman terhadap berbagai peraturan pengawasan di atas diharapkan tumbuh dan berkembang sikap kritis dari pengawas pemilu untuk menghadirkan metode-metode yang aplikatif serta sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pengawasan di masing-masing tingkatan untuk mengawasi berbagai tahapan dalam penyelenggaraan pemilu.

Akhir kata, semoga Allah SWT, Tuhan YME, selalu meridhoi setiap langkah pengawasan yang dilakukan oleh pengawas pemilu. Amin, Ya Robbal Alamin.